diterapkan seadil-adilnya dimanapun adanya, itu sudah menjadi sebuah keharusan. Tentu setiap manusia yang mencintai kebenaran akan mencintai kedamaian. Apalagi bagi individu-individu muslim yang sejatinya adalah rahmat bagi seluruh alam. Pada masa silam, Islam mencontohkan kepada dunia tentang betapa beradabnya sebuah pemerintahan Islam saat berprilaku dalam pergaulan global. Ketika Romawi dan Persia sedang saling tikam, negara Madinah mengajak mereka kepada kebenaran yang sesungguhnya. Kepada suatu hal yang membawa perdamaian, dibawah naungan kesatuan penghambaan pada Allah.
Waktu kaum musyrikin Quraisy mencoba melanggar perjanjian Hudaibiyyah dan memprovokasi negara Madinah supaya mereka mengkhianati perjanjian, Rasulullah tetap dalam sikapnya memegang perjanjian tersebut sebagai kepala negara. Dan akhirnya, musyrikin sendirilah yang merobek-robek perjanjian tersebut. Baru kemudian Rasulullah bertindak karena perjanjian sudah tidak berlaku ketika ada salah satu pihak yang melanggar. Dan banyak lagi contoh-contoh yang diterapkan Islam, pada waktu itu.
Persekongkolan Konspirasi Internasional
Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan dari Tsauban, bahwa Rasul s.a.w bersabda “Berbagai bangsa sebentar lagi akan menyerang kalian dari segala penjuru, bagaikan gerombolan rayap menyerang tempat makan mereka. Para sahabat bertanya: ‘Apakah hal itu karena kita pada waktu itu berjumlah sedikit?’ Rasulullah menjawab: ‘ tidak, bahkan kalian pada waktu itu banyak, tetapi kalian adalah buih, bagaikan buih air bah. Sesunguhnya Allah akan mencabut kewibawaan kalian dan pada waktu yang sama Allah menimpakan wahn pada hati kalian’. Para sahabat bertanya: ‘ Apakah wahn itu ya Rasulallah?’, bliau menjawab: ‘cinta dunia dan takut mati’.
Hadits ini menunjukkan pada fenomena persekongkolan internasional di mana berbagai bangsa menyerang kaum Muslim. Umat Islam waktu itu menjadi makanan yang mudah ditelan oleh siapa saja seperti terlihat dewasa ini. Barat dan Timur, golongan kanan dan kiri, ahli kitab dan atheis. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an: “ Mereka itu satu dengan yang lain saling membantu”. Serbuan tersebut bukan karena jumlah umat Islam yang kecil. Jumlah mereka banyak, bahkan pada hari ini telah mencapai lebih satu milyar. Tetapi jumlah tersebut tidak dapat mempertahankan diri sendiri dan tidak bermanfaat. Gambaran yang paling tepat mengenai keadaan mereka ialah bagaikan buih air bah, yaitu segala benda yang dibawa oleh arus banjir itu termasuk kayu, daun, ranting, sampah dan lain sebagainya dari barang-barang yang bersifat ringan, terapung, tidak dapat bersatu dan bergerak tanpa arah yang jelas. Keadaan itulah membuat umat yang berjumlah banyak ini tidak berwibawa dan tidak disegani.
Realitanya dapat ditemukan dengan mudah, contoh kasus Iran yang dikeroyok sendirian oleh dunia. Padahal pemerintahan mereka hanya menginginkanpengembangan nuklir sebagai sumber energi alternatif. Dan memang sudah terbukti kebenarannya. Senin(9/10, 2007), media massa memberitakan keberhasilan dan kesuksesan pengembangan nuklir pertama kalinya oleh Iran untuk masyarakatnya sebagai sumber energi. Dan teknologi itu aman. Akan tetapi Dewan Keamanan PBB yang mengaku mewakili sikap keamanan internasional secara keseluruhan, malah meneruskan resolusi sanksi untuk negara revolusioner tersebut. Bahkan negara Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas kaum muslimin ikut menandatangani resolusi itu. Harusnya kita bisa membuat sikap yang mandiri dalam kasus ini, secara obyektif dan berani. Apalagi negara Indonesia merupakan salah satu pendiri
Kasus lain adalah apa yang terjadi pada wilayah timur tengah, khususnya yang menimpa Palestina. Di tengah penjajahan Israel atas negeri mereka, mereka tetap berkonsolidasi untuk menentukan masa depan mereka sendiri, dengan melakukan pemilu parlemen yang sangat demokratis, bahkan paling demokratis dalam sejarah dunia demokrasi. Tetapi, hanya karena pemenangnya adalah HAMAS, dunia tidakmau mengakui secara resmi, PBB pun secara tersirat menolak mengakui keberadaan HAMAS sebagai pimpinan parlemen. Sekjen PBB enggan menemui Ismail Haniyya yang merupakan Perdana Menteri parlemen dari HAMAS, saat dia berkunjung ke Palestina. Keadaan ini menjadikan Ismail Haniyya dalam posisi dilematis. Ditambah dengan konflik internal dalam negeri Palestina akibat segolongan masyarakat yang termakan provokasi Israel yang didukung penuh oleh USA. Negara-negara muslim tidak berbuat banyak, bahkan negara-negara Arab sendiri terpecah, ada yang mendukung pemerintah hasil pemilu demokratis, agar konflik segera mereda, ada juga yang tidak mendukung HAMAS sebagai pimpinan pemerintahan Palestina, karena takut kepentingannya dengan USA terhalangi.
Apa yang dilakukan Raja Abdullah dari Jordania justru patut menjadi teladan, dia secara elegan dan berani datang sendiri ke kongres USA, menyampaikan pidatonya selama kurang lebih 20 menit. Dia mengajak warga USA yang diwakili oleh kongres nya aga menerima Palestina sebagaimana adanya, bahkan dia memanggil ‘kawan-kawanku’ pada seluruh anggota kongres dan warga USA.